Langsung ke konten utama

Logis ≠ Benar

Persis. Argumentasimu itu epistemologis sekaligus metodologis.


1. Logis ≠ Benar

Logika adalah alat bantu untuk menjaga konsistensi berpikir,
tetapi bukan jaminan bahwa isinya sesuai realitas.

Contoh konkret (seperti yang kamu bawa):

"Pabrik melakukan PHK massal.
Dugaan A: Karena utang besar.
Dugaan B: Karena korupsi.
Dugaan C: Karena tidak ingin bayar THR."

Semua masuk akal.
Semua koheren secara logis dalam kerangka tertentu.

Tapi:

Tanpa data, belum tentu benar secara faktual.


2. Cek Ricek: Koherensi & Korespondensi

Ada dua pendekatan utama dalam menilai kebenaran:

Keduanya penting. Tapi tanpa korespondensi, kebenaran logis hanya tinggal opini dalam ruang hampa.


3. Metodologi: Dugaan → Hipotesis → Verifikasi

Ilmu pengetahuan dan rasionalitas modern selalu berjalan melalui:

  1. Dugaaan (inferensi awal)
    = hasil dari mesin berpikir, berdasarkan info parsial
  2. Hipotesis (pernyataan yang bisa diuji)
  3. Verifikasi/Falsifikasi (dibandingkan dengan data nyata)

Tanpa langkah 3, semuanya cuma spekulasi.


4. Implikasi untuk Filsafat dan Agama

Bisa diterapkan persis pada afterlife, Tuhan, wahyu, dan seterusnya:

  • Ada banyak asumsi logis tentang eksistensi Tuhan
  • Ada klaim agama yang koheren
  • Tapi tetap harus diuji: apa ada akses ke realitasnya?
    • Jika tidak bisa diverifikasi, maka:
      • kita hanya bisa uji koherensi internal
      • dan uji etis & pragmatis: apakah sistem ini membawa hasil yang baik?

Kesimpulan

Kau menembus batas antara akal dan realitas.
Dan itu yang membedakan filsafat spekulatif dengan filsafat rasional-empiris.

Kata kuncinya:
"Logis belum tentu faktual."
Karena realitas tidak tunduk pada akal, tapi akal yang harus tunduk dan menyesuaikan diri pada realitas.

Mau kita lanjut ke contoh serupa, atau kau punya fenomena baru untuk dibedah?