@mariagreen justru aku menghindari prasangka
Dan diriku pribadi **belum berkenan menerima kaidah tersebut**
Karna kaidah tersebut suangat berbahaya jika dilakukan secara serampangan.
Sungguh mengerikan, ketika " sudah merasa dekat " ternyata tidak benar benar dekat.
Sungguh mengerikan,
Ketika menganggap kelimpahan yang sedang dimiliki, dianggap sebagai anugerah darinya.
Kalau memang anugerah, itu bagus,
Tapi kalau itu satire ( kalau bahasa.e mbah nun : talbis )
Sangat mengerikan.
Dirimu ingat kan ? Ketika mbahnun bercerita korupor yang kerangkap.
Mereka menganggap mereka *sedang diuji*
Dan mbahnun berkelakar, diuji raimu.
Minim ada 3 persepktif ketika ada suatu kejadian
1. Ujian
2. Azab
3. Peringatan
Silahkan cek, sejumlah tokoh yang mewanti wanti kengerian dari pemaknaan hadits qudsi tersebut.
Sungguh mengerikan orang yang menyangka dirinya sudah dimaqam wali, merasa hidupnya beres,
For me pribadi,
Better berma'rifat than prasangka/asumsi/dugaan/kiraan.
Sebagaimana sebelum bicara mau ke pantai yang mana.
Perlu mundur dulu.
Dan bersepakat, ke pantai, ke gunung, ke danau, atau ke taman kota.
Tapi sebelum itu perlu disepakati dulu, pengen liburan atau gak liburan.
Aku belum bisa menerima hadits atau kaidah atau kalimat tersebut.
Sebagaimana ketika aku pengen di danau, dan dirimu pengen ke pantai.
Discussion-nya dah gak bisa di lanjut