Langsung ke konten utama

nakama-nakama

@mariagreen but, orang yang objektif akab bisa membedakan benar dan baik.

Sebagaimana gus baha, jika ada psk bilang 1+1=2, harus diakui ia benar pada konteks itu.

Dan jika ada guru tauhid bilang pengangguran di indo menurun, statement tersebut perlu dikaji ulang.

Lebih mudah melabeli daripada melihat bagian demi bagian, kernanya majority di indo belum ke wilayah spektrum " karna memang jadi ribet "

Ku suka pakek analogi guru sd,
Meliat tiap murid part demi part,
So.. frame of thinking-nya.
Si a di mtk ia bagus, di olahraga kurang, di  seni rata rata, di sastra suka tapi belum bisa, di musik bisa tapi gak terlalu suka, dst..

Memang lebih mudah gitu,
Padahal manusia itu berdimensi dimensi, dinamis, dst  

Kernanya ketika aku misal lagi seneng denger scientist tertentu, Dianggap aku follow her/him totally. Padahal.. gak gitu.
Ada part yang ku ikuti, ada part yang gak ku ikuti.

Apakah perlu 100th, tuk orang bisa memahami diriku ?? 😅
Dan kenapa aku pengen dipahami ?
Nikmat tertinggi adalah karna ada komunitas yang menerima kita, memahami kita, mengapresiasi kita, merindukan kita

Bayangin aja, bangun tidur dan tersisa kita dengan pencapaian peradaban ini...
😅

Masih ada artinyakah kekayaan ?
Masih ada artinyakah kecerdasan ?
Masih ada artinyakah teknologi, buku buku, seluruh resources.. ?

Ketika gak terjadi connectivity..
Kelihatannya bersama, tapi sendirian.. sunyi, sepi, hampa..

( curhat dikit yak, 😅, kerna kubayangkan satu orang satu planet )

Keinginan terdalam manusia adalah srawung, terkoneksi, ngobrol..

Hal hal template : uang, karier, aset, badan usaha, skills, buku-buku, teknologi, seni, dst
Tanpa punya komunitas, tanpa punya nakama.
Itu semua gak ada spiritnya, gak ada ruhnya, gak ada nyawanya...