Lebih jauh,
Menjalin hubungan dengan tuhan.
1. Pemikiran
2. Perasaan
3. Perbuatan
4. Dst
Diawal tentu kita berfikir transaksional.
1. Alasan kita betuhan/beribadah karena pertimbangan surga dan neraka, tanpanya kita gak ada reason yang kuat tuk bertuhan/beribadah
2. Secondly, kita mulah merenungkan kembali pemikiran kita,
Karna, apakah orang selamat di afterlife hanya karna amal-amalnya ???
3. Ada sejumlah claims tentang cara selamat di kehidupan selanjutnya, tapi apakah kita bisa memastikannya ? ( or in the other word : tau yang benar dan yang salah )
4. Bagaimanapun kita gak bisa memastikan semua claims,
5. Dan dengan simulasi yang jujur/yang waras, ujungnya adalah bagaimana cara tuhan mengasihi kita, moreever tuhan menyayangi kita, mencintai kita
6. Emm. Tentang
kasarnya, cara kita menemukan cara, agar tuhan menyayangi/mencintai kita adala dengan : merenungkan sendiri, atau membaca sejumlah claims/informasi
7. Kita dapat menghayati/memikirkan atau membaca sejumlah claims " biografi orang orang yang dikasihi tuhan/disayangi tuhan "
8. Namun tetap saja, kita gak bisa memastikan bener salah
9. Pilihan kita adalah menerima atau menolak suatu claims,
Mempercayai atau tidak mempercayai suatu informasi
Menganut atau tidak menganut hal yang telah kita pikirkan
Dan memang begitulah adanya,
Dengan mempertimbangkan, siapa yang berbicara, siapa yang menginformasikan, kredibilitas yang menyampaikan,
1. Etikabilitas
2. Intelektualitas
3. Elektabilitas
4. Dst
Ambil contoh
Di konteks islam, kunci jawabannya/sumber kebenarannya singkat cerita adalah di quran dan prophet muhammad ( hadits )
But,
Ada persoalan fundamental,
Tentang bahasa, translasi, interpretasi, konteks kalimat, dst
Transmisi informasi especially pada hadits
Sekali lagi,
Pilihan kita hanyalah menolak atau menerima,
Mempercayai bahwa benar atau salah,
Dengan pertimbangan si penyambai
Dengan tolok ukur tadi ( etikabilitas, intelektualitas, elektabilitas )
Begitulah
😅